Senin, 12 Agustus 2013

Birahi mengundang Dendam

Oleh: Widyanuari Eko Putra

 “… bahwa kehidupan keluarga yang paling menyedihkan sekalipun masih lebih baik daripada parodi inses yang merupakan hal terbaik yang bisa kuberikan kepada bocah kurus itu.”
(Humbert Humbert, dalam karya Lolita karya Vladimir Nabokov)

 Pada akhirnya adalah makna, pesan, dan pengakuan. Sekelam apapun kisah sebuah novel, ia pada akhirnya menegaskan sebuah aforisma. Vladimir Nabokov (1899-1977) mengakhiri novel kelam, percintaan—cenderung pada inses—aneh, dan mengguncang, dengan penegasan pesan pada pembaca. Novel ini kuat karena ketidak-laziman.

 Humbert Humbert, tokoh maniak dalam novel Lolita (Serambi, 2011) terjemahan Anton Kurnia, menggetarkan bukan karena mesum. Ia menjadi agung karena Nabokov menciptanya menjadi lelaki intelek, buas, tajam, sekaligus berkepribadian rumit. Masa lalu Humbert sebagai seorang Perancis, kemudian hijrah ke Amerika, mau tidak mau, menjalin sebuah ditorsi. Eropa, medio 1940-an, dikenal lebih ramah ketimbang Amerika. Pertemuan dengan Charlotte Haze menyeret Humbert pada dua kebudayaan yang jauh berbeda, serta dunia percintaan tak wajar. Humbert menikahi Charlotte, namun juga berkisah cinta dengan sang anak tiri: Dolorez Haze alias Lolita—perempuan 12 tahun pelampiasan nafsu pedofil Humbert pascakematian Charlotte dalam sebuah kecelakaan.

 Lolita selesai ditulis pada 1953 di Ithaca, dan diterbitkan kali pertama pada September 1955. Novel ini menggemparkan karena ganjil. Ia pernah beberapa kali ditolak penerbit karena cenderung melenceng dari kebanyakan kisah-kisah yang dilahirkan oleh pengarang Rusia. Novel ini pun lahir dalam bahasa Inggris. Diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia pada medio 1980-an, setelah era keterbukaan (Glasnost) pada pemerintahan Mickhail Gorbacev. Pada perjalanannya, Lolita dibaca oleh sekian juta warga dunia sebagai salah satu karya adiluhung penulis Rusia. Perjalan hidup terusik akibat revolusi Bolshewik di Rusia. Ia mesti hijrah berulangkali agar tidak terseret gelombang revolusi komunisme.

 Nabokov tidak memilih cerita bernafas ideologis. Ia memilih mengupas kisah nyata dari Humbert Humbert yang terjadi pada Septeber 1952. Pergulatan psikologis, serta pengupasan karakter masing-masing karakter menjadi nilai dalam novel ini. Humbert yang berkepribadian ganda; Lolita yang kenes, manja dan pembangkang; serta Charlotte yang keras dan kasar. Dunia imajinasi Humbert adalah intelektual bercampur nalar mesum. Ia pembaca yang tekun. Ia membaca James Joyce, pengagum mitologi Yunani, ia paham betul tokoh-tokoh revolusi Perancis—namun tidak menyinggung revolusi atau muatan ideologis dalam tulisannya. Ia mengungkapkan birahinya bukan pada ungkapan kasar dan seronok, tapi deskripsi psikologis detail sang tokoh.

Novel ini mengabarkan betapa kesusastraan tidak melulu menceritakan hal-hal demi kemanusiaan yang bermoral. Pengisahan kelainan seksual, dengan bumbu karakterisasi tokoh yang kuat dan menonjol, serta pengungkapan referensi intelektual, menjadi sebab novel ini akhirnya berjejer di antara buku-buku sastra berpengaruh di dunia. Meski berangkat dari kisah nyata, dunia imaji-psikologis tokoh Humbert menjadi keutamaan novel ini. Pembaca akan disuguhi pelbagai perspektif dalam melihat hal-hal ganjil: kematian, nafsu birahi, juga perasaan seorang ayah sekaligus kekasih bagi anaknya.

Saya sempat terjebak dalam dunia psikologis Humbert kala berhasil mengkhatamkan buku setebal 540 halaman ini. Betapa untuk beberapa saat, mata birahi terkadang muncul dan memancar dari tubuh seorang perempuan kecil, seorang Lolita. Namun majinasi itu seketika musnah, berganti kengerian perilaku inses-cum-pedofilia. Novel ini difilmkan hingga dua kali: 1962 oleh sutradara Stanley Kubrick dan skenarion oleh Nabokov, dan 1997 oleh sutradara Adrian Lyne. Saya belum berkesempatan menontonnya. Saya mengibaratkan tubuh perempuan kecil larut dalam dekap birahi seorang lelaki dewasa bejat! Ah! Membaca novel ini, saya terbakar birahi sendirian. Dendam membara bagi pembaca atas Humbert yang buas.

Di luar itu, saya menganggap Lolita sebagai sebuah karya sastra fenomenal pengusung tema seksual dengan pendalaman psikologis dan daya ungkap teks sastra yang bermutu. Tidak berpijak pada, semata-mata, upaya membangkitkan birahi pembaca, dengan kedetailan teks pengungkapan, serta kuat dalam meneguhkan karakter tokoh, namun kuasa mengendalikannya, adalah kehebatan novel ini. “Aku hanyalah seorang pencatat yang sangat berhati-hati,” tukas Nabokov dalam novel ini. Saya berniat menamatkan seluruh karya-karya penulis Rusia agar imaji Nabokov tidak “mencemari” pandangan saya tentang kehebatan para sastrawan Rusia.***


1 komentar: