Lingkungan kampus sebagai tempat hidup sementara mahasiswa selalu berdekatan dengan organisasi. Memang sudah menjadi kebutuhan, bahwa mahasiswa senantiasa “harus” terjun dalam dunia keorganisasian.
Organisasi kampus tidak hanya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Himpunan Mahasiswa (Hima), melainkan ada juga Untit Kegiatan Mahasiswa (UKM) bagi mahasiswa yang mempunyai bakat dan minat pada bidang tertentu. Belum lagi organisasi eksternal (baca: luar kampus) yang memang berbasis massa mahasiswa.
Organisasi kampus disiapkan untuk kebutuhan mahasiswa agar tidak hanya beraktivitas seputar mata kuliah saja. Mereka mendapat fasilitas untuk menuangkan ide dan kreativitas, sehingga kelak sepulang dari masa belajar, mahasiswa sudah dipersiapkan untuk tampil di masyarakat secara akademik, mental dan kecakapan sosial.
Di dalam organisasi mahasiswa akan terbiasa berinteraksi dengan sesama, juga masyarakat. Mahasiswa belajar mengorganisir diri dalam kesatuan organisasi. Belajar berbaur sebagai media aktualisasi diri dalam ranah sosial. Dengan demikian, mahasiswa akan semakin siap terjun ke masyarakat.
Tidak semua mahasiswa berminat pada organisasi. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi mahasiswa terkesan enggan bergabung dalam organisasi dan menjadi pegiat organisasi kampus (baca: aktivis).
Kebutuhan untuk turut serta di organisasi adalah hak masing-masing mahasiswa. Namun, hal yang patut disayangkan adalah perihal citra organisasi yang kadung dicap buruk oleh mahasiswa sendiri. Ada anggapan bahwa para aktivis kampus, cenderung lalai pada tugas akademik yang menyebabkan kemoloran masa belajar. Kerusuhan dan aksi turun ke jalan kadang sering ditengarai sebagai ulah para aktivis. Menjadi penyebab citra buruk mahasiswa—terutama para aktivis.
Sebagian kalangan mahasiswa justru cenderung menyukai hedonisme kehidupan mahasiswa, menyukai segala yang instan serta berbau konsumerisme. Bersukarela dalam organisasi, menjadi hal yang seolah-olah percuma.
Menjadi pegiat organisasi kampus adalah pilihan tepat bagi mahasiswa. Melalui organisasi mahasiswa akan sangat terbantu dalam hal ketrampilannya. Mahasiswa bisa bebas memilih, mana unit kegiatan yang sekiranya mampu menampung bakat minat.
Tidak bisa dipungkiri, lulusan sebuah kampus akan dinilai dari ketrampilan dan bakat-minat. Dan di sinilah organisasi berperan menampung segala kreativitas mahasiswa.
Kita lihat tokoh besar di negara ini, dari Ir. Soekarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudoyono, mereka adalah orang-orang yang gemar berorganisasi. Dan bukan orang yang hanya berjibaku di menara gading.
Lemahnya kesadaran berorganisasi sepatutnya tidak menjangkiti generasi mahasiswa, generasi agent of change. Justru pada dasarnya, merekalah, para pegiat organisasi, orang-orang yang senantiasa menyiapkan diri menjadi manusia yang berkemampuan secara akademik, sosial, logis dan intelektual, yang kelak mampu meneruskan perjuangan bangsa.
Citra buruk organisasi, sepatutnyalah tidak ditimpakan secara kesuluruhan. Karena hal tersebut adalah permasalahan pribadi. Kita tentu masih ingat, tragedi 1998, di mana mahasiswa, yang rata-rata adalah organisatoris, mampu menyuarakan amanat reformasi dan menggulingkan kediktatoran alm. Soeharto. Dan sampai kapanpun, sejak masih mahasiswa hingga menjadi alumni, akan selalu berhadapan dengan organisasi. Maka gunakanlah dengan sebaik-baiknya manfaat berorganisasi. Begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar