Keputusan menciptakan ruang tersendiri adalah hal biasa bagi yang kuat dalam niatan untuk “menjadi”. Seperti halnya keprihatinan sebelum menuju kesuksesan, setiap individu berhak atas pemilihan ruang yang bisa membuka jalan baginya. Tidak berbeda adanya bagi para pemuda pegiat sastra. Sebuah pijak awal yang perlu dirumuskan dengan matang. Apakah nantinya keputusan itu bisa melancarkan jalan ataupun kerap menjadi penghalang, itu urusan belakangan. Yang pasti keinginan dan bulat tekad merupakan syarat wajib sebelum bisa melangkah menuju proses untuk “menjadi”.
Kelahiran komunitas bukanlah jaminan atas eksistensi individu yang mempunyai kegelisahan yang sama sekalipun. Bisa dimaklumi jika apa yang membuat semangat kian nyala adalah ketika kecocokan dan kondisi kebetulan bersetubuh pada individu tersebut, seperti group band sajalah. Bongkar-pasang personil sudah menjadi hal wajar, bahkan ganti nama group atau pindah. Kesemuanya menjadi akrab dan lebur menjadi satu yang belum tentu akan mengabadi. Individu mempunyai ego dan superego yang terkadang bisa saling bergesekan dan meruncing. Sejauh ini bisa kita pahami bahwa kelompok yang mengompakkan diri adalah pada batas kebetulan yang benar-benar tidak kokoh. Lingkup kuliah misalnya. Pertemuan atas latar belakang lokasi kuliah yang sama dan keinginan yang sama adalah hal yang kebetulan. Dan kemudian membentuk kelompok kecil dengan misi yang kerap “disama-samakan”. Maka bisa dipastikan hal tersebut sama halnya musim durian, tumbang-tumbuh sesuai jadwal.
Keterlibatan personal dalam berkelompok adalah dengan misi yang tentunya berbeda, dengan dalih berbeda pula. Jadi penulis tegaskan, keinginan dan kesamaan visi-misi bagi pegulat komunitas adalah nihil. Karena hakikatnya semua individu punya keinginan orisinil, dan hal itu tak bisa dipetakan sesuai keikutsertaan deadline acara yang disiapkan. Tidak ada yang bisa menjudikasi kesamaan dan keterlibatan individu pada kelompok tertentu adalah sebuah bukti keloyalitasan. Setiap mimpi tidaklah sama, dan kaitan ego yang tinggi-meninggi itu adalah sebuah bukti. Keikutsertaan bukan tanpa alasan, dan kesemuanya akan lepas ketika sudah meraih hal yang menjadi tujuan.
Karena itulah, berproses mengorganisir diri dalam komunitas adalah mempersiapkan sebelum maju berperang dalam jagad yang tidak bersahabat. Karena sahabat adalah musuh sekaligus teman berproses. Jadi waspadai semua teman yang kini berproses bersama anda! Dan tak perlu berbelasungkawa jika keadaan akan berputar balik, menjadi lawan, ataupun menjadi bukan teman. Sekian.
Pandean lamper, 9 oktober 2010
[Sebenarnya tulisan ini sudah lama saya tulis, dan saat itu belum tahu untuk apa tulisan ini saya buat. Tapi hari ini, menjadi berarti; setelah mengetahui seorang teman saya yang dulu seperjuangan dalam berkarya, kini mati dengan pilihannya sendiri. Ya, ia bunuh diri karena memutuskan untuk tak lagi berurusan dengan namanya "sastra". condolences for Maftuhah Arriedwan, God blessing..]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar